# ...SukA kATa & cRIta..

“Ya Allah, tegurlah aku dengan kasihmu jika aku lalai karena suatu hal, juga lakukan itu kpd orang lain. karena Engkau adalah sebaik-baik Penegur makluk Mu, ampunilah kami yang telah berputus asa, mungkin juga sombong. Jadikan aku senantiasa bermanfaat bagi orang lain, kalaupun hanya untuk membuatnya tersenyum.."

http://youtu.be/GGtKxbu7vLI

Rabu, 20 Mei 2009

Kampanye Negatif melalui Media FACEBOOK


Kampanye politik yang selama ini saling menyerang secara negatif atau kampanye hitam (black campaign or negative campaign) antar sesama Capres (calon Presiden), Caleg (calon legislatif) dan Parpolnya (partai politik ) dari panggung kampanye terbuka telah usai, kini justru muncul saat-saat masa tenang 'pasca' pencontrengan (9/April) dan penghitungan, dan era PILPRES JUli 2009 yad, ---- malah diramaikan perang ‘saling hujat menghujat’’ beralih ke situs media jejaringan sosial Facebook (FB), yang sumbernya kini belum diketahui dengan jelas dan terdapat indikasi bersumber dari orang Indonesia yang berada diluar negeri yang luput dijangkau oleh hukum pidana nasional.

Kampanye hitam politik melalui FB tersebut semakin liar yang sulit dibendung atau memang tidak mampu dicegah oleh penegak hukum melalui media dipergunakan adalah internet, terkesan sangat bebas dan terbuka tanpa batas (borderless), sekaligus dapat diakses dengan mudah oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun yang isinya hanyalah ‘sampah,’ mencaci maki, senaknya untuk menghina, menghasut, mencemarkan nama baik serta menyerang hingga menjelek-jelekan sesorang sebagai ‘objek lelucon yang tidak lucu’ secara terbuka tanpa etika demi menyebarluaskan pelecehan terhadap seseorang secara tidak bertanggung jawab.

Terkena dampak kampanye hitam di FB yang sengaja menyerang beberapa tokoh menjadi objek sasarannya, yaitu Calon Presiden (Capres), seperti misalkan bertemakan; Say “No!!!” to Mega, yang dimaksud adalah Megawati Soekarnoputri yang sekaligus sebagai Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), termasuk selain Mbak Mega yang diserang di situs Facebook, juga korban sasaran lainnya Prabowo Subianto, dari Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) dengan tajuk yang sama, Say NO to Prabowo.

Tidak luput pihak-pihak yang dizalimi atau digembosi melalui kelompok komunitas tertentu melalui media jejaringan sosial Facebook , dengan tajuk bernada Say NO to JK, Say NO to SBY, Say NO to SBY- Kalla dan lain halnya ada yang bernada mendukung seperti, Say YES to SBY.Kalau dibuka situs FB yang bertemakan ” Say NO to Mega,” maka jumlah pendukung pembenci Mbak Mega tercatat 85.000 lebih sebagai supporter-nya, hal ini tentu lebih besar suporter dari situs asli FB milik Mbak Mega.

Jumlah pendukung kampanye negatif di situs FB dimulai dari varian satu dan dua, dan hingga varian ketiga yang bertajuk “Tolak Mega” yang bergambarkan sosok wajah Mega secara tidak etis yang bertanduk dan bermoncong putih yang gambar diunggah atau direkaya itu mirip dengan simbol Banteng dari PDIP. Lain halnya, media on line FB yang bertajuk “Say NO to Prabowo.” Seperti halnya yang sama telah menghujat Mbak Mega, maka Prabowo yang tidak terlepas oleh pembuat atau pengikut FB tersebut melakukan black campaign dengan sengaja membuka rekam jejak (track record) masa lalu tentang sosok Capres Prabowo Subianto mantan Danjen Kopassus tersebut yang diduga pernah menjadi dalang aksi penculikan sejumlah aktivitis di era pemerintahan orde baru, dan termasuk menyamakannya sebagai Soeharto jilid ke-2 yang menggambarkan foto profilnya yang diunggah dengan berlatar belakang gambar Soeharto.

Tidak kurang pengikut dan akun pembuat atau kelompok anti Prabowo dari situs FB tersebut berjumlah 1000 pengikut lebih yang disuga atau sengaja dibuat oleh Muhammad Amin, mahasiswa asal Indonesia kini tinggal di Belanda.Dari beberapa kasus kampanye negatif atau kampanye hitam tersebut yang secara sengaja untuk ‘memancing di air keruh‘ untuk menciptakan keresahan dan emosi dalam suasana suhu politik yang tengah memanas menjelang penghitungan tabulisasi akhir suara ini di kalangan elite politik, kader atau simpatisan parpol tertentu dimasa selesainya pencontrengan Pemilu Pilcaleg dan menghadapi Pemilu Pilpers pada tengah 2009 yang rawan dengan terjadinya keresahaan, kerusuhan dan hingga konflik tentang masalah kekurangan, dan kelemahan dalam pelaksanaan dan hingga proses penghitungan suara oleh KPU pada awal Mei nanti.

Menjadi pertanyaan, kasus tersebut sebetulnya dalam hukum komunikasi (KUH-Pidana) yaitu telah diatur pada pasal-pasal mengenai delik pidana tentang penghinaan dan pencemaran nama baik seseorang, yaitu terdiri pasal 310 ayat (1) dan ayat (2), pasal 311 ayat (1), pasal 316 dan 207 dalam KUH Pidana. Untungnya pasal-pasal tersebut masih tetap dipertahankan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) dan sebelumnya telah menolak (Koran Tempo, 16/8/2008) atas permohonan uji materi (judicial review) yang diajukan oleh mantan dua wartawan senior, Risang Bima Wijaya dan Bersihar Lubis yang telah divonis bersalah oleh pengadilan negeri di Sleman dan Depok yang mengganggap bahwa pasal-pasal penghinaan tersebut bertentangan dengan konsitusi.

Namun pihak MK beralasan lain untuk tetap mempertahankan pasal-pasal tersebut demi pelindungan umum (general prevention) terhadap nama baik, reputasi, martabat dan kehormatan seseorang atau kelembagaan yang harus dilindungi hukum oleh KUH Pidana dan sekaligus tidak bertentangan dengan konstitusi UU 1945.Termasuk dalam UU Pemilu N0. 10/2008 yang sebetulnya secara material pasal-pasalnya menyangkut ketentuan delik pidana penghinaan, menghasut dan hingga pencemaraan nama calon atau peserta Pemilu, termasuk menyerang agama, suku dan ras yang terdapat pada Pasal 84, ayat (c) dan (d), juncto 270 akan dikenakan sanksi hukuman minimal 6 bulan hingga 24 bulan serta dikenakan denda sebesar Rp 6 juta dan hingga maksimal 24 juta.Sanksi pidana yang sama terhadap kasus pelanggaran penghinaan pada pasal 27 ayat (3) dalam UU-ITE (Informasi Transaksi Elektronik) atau dikenal dengan istilah cybercrime yang telah disahkan pada awal tahun 2008.

Terdapat adanya pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran penghinaan, pencemaran dan hingga unsur pemerasan atau ancaman dalam UU cybercrime tersebut, yang selain dikenakan sanksi hukuman penjara dan didenda sebesar Rp 1 miliar. Cukup berisiko bagi pihak yang tidak bertanggung jawab meng-up load menggunakan media e-Paper yang on line, Facebook, MySpace, Bolgger, YouTube, Friendster dan sebagainya di jalur media dunia maya. Artinya, bakal terkena pasal delik pidana pencemaran atau penghinaan yang konsekuensinya dapat dikategorikan dalam delik pidana aduan melalui media on-line nya yaitu UU ITE atau disebut cybercrime.

Salah satu kejadian yang faktual akhir tahun lalu, sebagai korban dari penerapan pasal cybercrime (UU No.11/2008) tentang ITE-Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu tersangka Eric Jazier, broker di PT Bahana Securities dan sekaligus pelaku penyebar rumor atau berita bohong melalui e-mail (surat elektroniknya) ke beberapa kliennya telah ditangkap pihak berwajib mengenai adanya isu lima bank swasta tengah mengalami krisis yang kesulitan likuiditas dan kegagalan dalam penyelesaian transaksi antar bank, setelah isu terjadi kalah kliring atas Bank Century tersebut (Kompas, 17/XI/08 ). Pelanggaran tersebut sesuai dengan pasal 27 ayat 3, dan 28 ayat 1, tentang penyebaran berita bohong kepada khalayak yang dapat merugikan pihak lain melalui tindakan cybercrime tersebut dengan ancaman 6 tahun penjara atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Termasuk, kasus pelanggaran penghinaan pers terhadap Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dapat dihukum, tetapi pelanggaran penghinaan, fitnah dan hingga mencemarkan nama baik sebagai ‘seseorang pribadi,’ tokoh, eksekutif swasta, artis/selebritis, dan hingga pejabat pemerintah maupun pihak-pihak lainnya perlu dilindungi hukum (general prevention), maka pihak yang melanggar akan terkena pasal sanksi hukuman penjara atau denda cukup berat.

Menjadi pertanyaan melalui Perundang-undangan yang ada tersebut diatas, mampukan pihak aparat hukum untuk menjerat pihak-pihak sebagai pengikut dan pembuat/pemilik (prinsip dader atau midader) akun FB dilakukan di dalam maupun luar negeri yang bertajuk kampanye politik negatif tersebut harus secara tegas ditindak dan sebagai upaya preventif yang sesuai hukum komunikasi yang berlaku di Indonesia ?. Sifat hukum komunikasi tersebut bersifat delik aduan dan kepada siapa yang akan digugat (dipidanakan)?.Kita masih bisa bersyukur pihak MK yang cukup ‘aspiratif’, yaitu sebelumnya telah menghapus atau mencabut pasal-pasal penyebar kebencian (hatzaai artikelen), yaitu pasal 154 dan 155 di dalam KUH Pidana, karena dianggap sangat bertentangan dengan UUD 1945, tetapi pihak pemerintah masih tetap membutuhkan aturan hukum mengenai pencegahan penghinaan umum (general prevention) terhadap kehormatan institusi dan simbol-simbol kenegaraan.

Paling tidak rumusan UU atau peraturan tersebut tengah dicari dan terperinci agar penggunaannya berdasarkan delik material yang tidak menimbulkan multitafsir secara sembarangan oleh aparat penegak hukum dengan berbagai alasan untuk menjerat pihak yang berseberangan pendapat dengan pejabat pemerintah, misalnya melalui rancangan UU Keamanan Negara, UU Intelijen dan UU Keterbukaan Informasi lain sebagainya.

Secara yuridis di negara-negara maju AS dan Uni Eropa yang bercirikan negara dengan menganut sistem 'free press (pers bebas) sebagai upaya menjunjung tinggi kebebasan dan demokrasi, seperti di Amerika Serikat hingga kini media-pers menganut mahzab social responsibility, bahkan masih tetap mempertahankan demi perlindungan umum melalui pasal-pasal pelanggaran terhadap tindakan pidana (delik pers) atas perbuatan yang tidak menyenangkan, melalukan penghinaan, pelecehan dan hingga pencemaran nama baik seseorang, dan simbol-simbol tertentu. Yaitu melalui aspek-aspek hukum komunikasi massa (The law of Mass Communication) yang dianut ole hukum Anglo Saxon System, yang terkait dengan delik pidana pers, dan sama halnya dengan Indonesia yang menganut hukum Continental Eropa, yaitu pada dasarnya berbentuk:

per-1). Libel (written defamation), atau dikenal dengan “slip of the pens”, yaitu menyangkut kasus terkait dengan pelanggaran perbuatan penghinaan (insult), fitnah, pelecehan, kebohongan, penyesatan melalui publikasi, pemberitaan dan hingga informasi bersifat negatif, termasuk penyebarluasan pornografi dalam bentuk tulisan atau melalui pemberitaan negatif di media massa cetak (druk pers misdriven) melalui media massa dan internet.


Sedangkan yang ke- 2). Slander (oral defamation), atau disebut dengan “slip of the tongue”, yaitu suatu kasus perbuatan pelanggaran pidana berbentuk fitnah, pelecehan, penghinaan, mencaci maki, melakukan kebohongan, penyesatan, mengeluarkan pernyataan, ucapan, pidato, ceramah dan diskusi menyerang pihak lainnya dihadapan muka umum atau didengar oleh orang banyak melalui media tatap muka (media lisan).

Khususnya, sanksi hukuman atas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui konsep libel (written defamation) yang merupakan ‘delik aduan’ melalui media tulisan atau tercetak, menurut Thayer, Frank dalam bukunya, Legal Control of The Press (1956), yaitu terbagi tiga kategori umum bentuk 'libel or written efamationd' tersebut, ;

pertama Civil Libel, yaitu penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap seseorang bersifat perdata, melalui media tercetak/tertulis, atau media tatap muka, misalnya menggunakan simbol-simbol, tanda-tanda tertentu, kartun, gambar atau media reprentasi lainnya yang dapat melukai hak-hak privatisasi, dan hingga melecehkan reputasi atau nama baik seseorang atau kelompok lainnya.

kedua Trade Libel, penghinaan, pelecehan atau pencemaran terhadap hak milik seseorang atau dapat menimbulkan kerugian bagi organisasi atau usaha lainnya, termasuk pemalsuan terhadap merek dagang, logo perusahaan atau nama produk tertentu demi keuntungan sepihak tanpa bertanggung jawab.

Kemudian Ketiga Criminal Libel, merupakan penghinaan bersifat delik pidana atau kriminal, seperti melakukan hasutan, pencabulan (pornografi), menyebarkan kabar bohong dan hingga pelecehan terhadap nilai-nilai kesucian keagamaan (blasphemy atau godlastering) atau penistaan terhadap nilai-nilai suku/etnik, dan menghina moral adat istiadat tertentu yang dapat mengganggu ketertiban umum ---- repro http://rosadyruslan-humas.blogspot.com/2009/04/kampanye-negatif-di-facebook.html ------ Catatan Redaksi; Jadi marilah kita menjadio manusia yg beradab, yg mengjormati perbedaan sbg pilar demokrasi dan manusia terpelajar, bukan sebaliknya. Karena banyak hal yg lebih bermanfaat yg dapat kita lakukan melalui FB, bukan hanya sekedar 'on the mood, namun berisiko fatal.Mari sebarkan kedamaian sekecil apapun, dan hindari konflik yg tak berakal sehat. Atau anda tidak perduli?, 'yuuu...

Tidak ada komentar: